watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

MBAK LALA MULUSNYA TUBUHMU

Bekerja sebagai auditor di perusahaan swasta
memang sangat melelahkan. Tenaga, pikiran,
semuanya terkuras. Apalagi kalau ada masalah
keuangan yang rumit dan harus segera
diselesaikan. Mau tidak mau, aku harus
mencurahkan perhatian ekstra. Akibat dari
tekanan pekerjaan yang demikian itu
membuatku akrab dengan gemerlapnya dunia
malam terutama jika weekend. Biasanya bareng
teman sekantor aku berkaraoke untuk
melepaskan beban. Kadang di 'Manhattan',
kadang di 'White House', dan selanjutnya, benar-
benar malam untuk menumpahkan "beban".
Maklum, aku sudah berkeluarga dan punya
seorang anak, tetapi mereka kutinggalkan di
kampung karena istriku punya usaha dagang di
sana.
Tapi lama kelamaan semua itu membuatku
bosan. Ya...di Jakarta ini, walaupun aku
merantau, ternyata aku punya banyak saudara
dan karena kesibukan (alasan klise) aku tidak
sempat berkomunikasi dengan mereka.
Akhirnya kuputuskan untuk menelepon Mas
Adit, sepupuku. Kami pun bercanda ria, karena
lama sekali kami tidak kontak. Mas Adit bekerja di
salah satu perusahaan minyak asing, dan saat itu
dia kasih tau kalau minggu depan ditugaskan
perusahaannya ke tengah laut, mengantar
logistik sekaligus membantu perbaikan salah satu
peralatan rig yang rusak. Dan dia memintaku
untuk menemani keluarganya kalau aku tidak
keberatan. Sebenernya aku males banget, karena
rumah Mas Adit cukup jauh dari tempat kostku
Aku di bilangan Ciledug, sedangkan Mas Adit di
Bekasi. Tapi entah mengapa aku mengiyakan
saja permintaannya, karena kupikir-pikir sekalian
silaturahmi. Maklum, lama sekali tidak jumpa.
Hari Jumat minggu berikutnya aku ditelepon Mas
Adit untuk memastikan bahwa aku jadi
menginap di rumahnya. Sebab kata Mas Adit
istrinya, mbak Lala, senang kalau aku mau
datang. Hitung-hitung buat teman ngobrol dan
teman main anak-anaknya. Mereka berdua
sudah punya anak laki-laki dua orang. Yang
sulung kelas 4 SD, dan yang bungsu kelas 1 SD.
Usia Mas Adit 40 tahun dan mbak Lala 38 tahun.
Aku sendiri 30 tahun. Jadi tidak beda jauh amat
dengan mereka. Apalagi kata Mbak Lala, aku
sudah lama sekali tidak berkunjung ke
rumahnya. Terutama semenjak aku bekerja di
Jakarta ini Ya, tiga tahun lebih aku tidak berjumpa
mereka. Paling-paling cuma lewat telepon
Setelah makan siang, aku telepon mbak Lala,
janjian pulang bareng Kami janjian di stasiun,
karena mbak Lala biasa pulang naik kereta. "kalau
naik bis macet banget. Lagian sampe rumahnya
terlalu malem", begitu alasan mbak Lala. Dan
jam 17.00 aku bertemu mbak Lala di stasiun. Tak
lama, kereta yang ditunggu pun datang. Cukup
penuh, tapi aku dan mbak masih bisa berdiri
dengan nyaman. Kamipun asyik bercerita,
seolah tidak mempedulikan kiri kanan.
Tapi hal itu ternyata tidak berlangsung lama
Lepas stasiun J, kereta benar-benar penuh. Mau
tidak mau posisiku bergeser dan berhadapan
dengan Mbak Lala. Inilah yang kutakutkan...!
Beberapa kali, karena goyangan kereta, dada
montok mbak Lala menyentuh dadaku.
Ahh...darahku rasanya berdesir, dan mukaku
berubah agak pias. Rupanya mbak Lala melihat
perubahanku dan ?ini konyolnya- dia mengubah
posisi dengan membelakangiku. Alamaakk..
siksaanku bertambah..! Karena sempitnya
ruangan, si "itong"-ku menyentuh pantatnya
yang bulat manggairahkan. Aku hanya bisa
berdoa semoga "itong" tidak bangun. Kamipun
tetap mengobrol dan bercerita untuk
membunuh waktu. Tapi, namanya laki-laki
normal apalgi ditambah gesekan-gesekan yang
ritmis, mau tidak mau bangun juga "itong"-ku.
Makin lama makin keras, dan aku yakin mbak
Lala bisa merasakannya di balik rok mininya itu.
Pikiran ngeresku pun muncul, seandainya aku
bisa meremas dada dan pinggulnya yang
montok itu.. oh... betapa nikmatnya. Akhirnya
sampai juga kami di Bekasi, dan aku bersyukur
karena siksaanku berakhir. Kami kemudian naik
angkot, dan sepanjang jalan Mbak Lala diam
saja. Sampai dirumah, kami beristirahat, mandi
(sendiri-sendiri, loh..) dan kemudian makan
malam bersama keponakanku. Selesai makan
malam, kami bersantai, dan tak lama kedua
keponakanku pun pamit tidur.
"Ndrew, mbak mau bicara sebentar", katanya,
tegas sekali.
"Iya mbak.. kenapa", sahutku bertanya. Aku
berdebar, karena yakin bahwa mbak akan
memarahiku akibat ketidaksengajaanku di kereta
tadi.
"Terus terang aja ya. Mbak tau kok perubahan
kamu di kereta. Kamu ngaceng kan?" katanya,
dengan nada tertahan seperti menahan rasa
jengkel.
"Mbak tidak suka kalau ada laki-laki yang begitu
ke perempuan. Itu namanya pelecehan. Tau
kamu?!"
"MMm.. maaf, mbak..", ujarku terbata-bata.
"Saya tidak sengaja. Soalnya kondisi kereta kan
penuh banget. Lagian, nempelnya terlalu lama..
ya.. aku tidak tahan"
"Terserah apa kata kamu, yang jelas jangan
sampai terulang lagi. Banyak cara untuk
mengalihkan pikiran ngeres kamu itu. Paham?!"
bentak Mbak Lisa.
"Iya, Mbak. Saya paham. Saya janji tidak
ngulangin lagi"
"Ya sudah. Sana, kalau kamu mau main PS.
Mbak mau tidur-tiduran dulu. kalau pengen
nonton filem masuk aja kamar Mbak." Sahutnya.
Rupanya, tensinya sudah mulai menurun.
Akhirnya aku main PS di ruang tengah. Karena
bosan, aku ketok pintu kamarnya. Pengen
nonton film. Rupanya Mbak Lala sedang baca
novel sambil tiduran. Dia memakai daster
panjang. Aku sempat mencuri pandang ke
seluruh tubuhnya. Kuakui, walapun punya anak
dua, tubuh Mbak Lala betul-betul terpelihara.
Maklumlah, modalnya ada. Akupun segera
menyetel VCD dan berbaring di karpet,
sementara Mbak Lala asyik dengan novelnya.
Entah karena lelah atau sejuknya ruangan, atau
karena apa akupun tertidur. Kurang lebih 2 jam,
dan aku terbangun. Film telah selesai, Mbak Lala
juga sudah tidur. Terdengar dengkuran
halusnya. Wah, pasti dia capek banget, pikirku.
Saat aku beranjak dari tiduranku, hendak pindah
kamar, aku terkesiap. Posisi tidur Mbak Lala yang
agak telungkup ke kiri dengan kaki kana terangkat
keatas benar-benar membuat jantungku
berdebar. Bagaimana tidak? Di depanku
terpampang paha mulus, karena dasternya
sedikti tersingkap. Mbak Lala berkulti putih
kemerahan, dan warna itu makin membuatku
tak karuan. Hatiku tambah berdebar, nafasku
mulai memburu.. birahiku pun timbul..
Perlahan, kubelai paha itu.. lembut.. kusingkap
daster itu samapi pangkal pahanya.. dan.. AHH...
"itong"-ku mengeras seketika. Mbak Lala ternyata
memakai CD mini warna merah.. OHH GOD..
apa yang harus kulakukan... Aku hanya menelan
ludah melihat pantatnya yang tampak
menggunung, dan CD itu nyaris seperti G-String.
Aku bener-bener terangsang melihat
pemandangan indah itu, tapi aku sendiri merasa
tidak enak hati, karena Mbak Lala istri sepupuku
sendiri, yang mana sebetulnya harus aku temani
dan aku lindungi dikala suaminya sedang tidak
dirumah.
Namun godaan syahwat memang mengalahkan
segalanya. Tak tahan, kusingkap pelan-pelan
celana dalamnya, dan tampaklah gundukan
memeknya berwarna kemerahan. Aku bingung..
harus kuapakan.. karena aku masih ada rasa
was-was, takut, kasihan... tapi sekali lagi godaan
birahi memang dahsyat.Akhirnya pelan-pelan
kujilati memek itu dengan rasa was-was takut
Mbak Lala bangun. Sllrrpp.. mmffhh... sllrrpp...
ternyata memeknya lezat juga, ditambah pubic
hair Mbak Lala yang sedikit, sehingga hidungku
tidak geli bahkan leluasa menikmati aroma
memeknya.
Entah setan apa yang menguasai diriku, tahu-
tahu aku sudah mencopot seluruh celanaku.
Setelah "itong"-ku kubasahi dengan ludahku,
segera kubenamkan ke memek Mbak Lala. Agak
susah juga, karena posisinya itu. Dan aku hasrus
ekstra hati-hati supaya dia tidak terbangun.
Akhirnya "itongku"-ku berhasil masuk. HH...
hangat rasanya.. sempit.. tapi licin... seperti
piston di dalam silinder. Entah licin karena Mbak
Lala mulai horny, atau karena ludah bekas
jilatanku.. entahlah. Yang pasti, kugenjot dia..
naik turun pelan lembut.. tapi ternyata nggak
sampai lima menit. Aku begitu terpukau dengan
keindahan pinggul dan pantatnya, kehalusan
kulitnya, sehingga pertahananku jebol. Crroott...
ccrroott.. sseerr.. ssrreett.. kumuntahkan
maniku di dalam memek Mbak Lala. Aku
merasakan pantatnya sedikit tersentak. Setelah
habis maniku, pelan-pelan dengan dag-dig-dug
kucabut penisku.
"Mmmhh... kok dicabut tititnya.." suara Mbak
Lala parau karena masih ngantuk.
"Gantian dong..aku juga pengen.."
Aku kaget bukan main. Jantungku tambah keras
berdegup.
"Wah.. celaka..", pikirku.
"Ketahuan, nich..." Benar saja! Mbak Lala
mambalikkan badannya. Seketika dia begitu
terkejut dan secara refleks menampar pipiku.
Rupanya dia baru sadar bahwa yang habis
menyetubuhinya bukan Mas Adit, melainkan
aku, sepupunya.
"Kurang ajar kamu, Ndrew", makinya.
"KELUAR KAMU...!"
Aku segera keluar dan masuk kamar tidur tamu.
Di dalam kamar aku bener-bener gelisah.. takut..
malu.. apalagi kalau Mbak Lala sampai lapor polisi
dengan tuduhan pemerkosaan. Wah.. terbayang
jelas di benakku acara Buser... malunya aku.
Aku mencoba menenangkan diri dengan
membaca majalah, buku, apa saja yang bisa
membuatku mengantuk. Dan entah berapa lama
aku membaca, aku pun akhirnya terlelap. Seolah
mimpi, aku merasa "itong"-ku seperti lagi
keenakan. Serasa ada yang membelai. Nafas
hangat dan lembut menerpa selangkanganku.
Perlahan kubuka mata.. dan..
"Mbak Lala..jangan", pintaku sambil aku menarik
tubuhku.
"Ndrew.." sahut Mbak Lala, setengah terkejut.
"Maaf ya, kalau tadi aku marah-marah. Aku
bener-bener kaget liat kamu tidak pake celana,
ngaceng lagi."
"Terus, Mbak maunya apa?" taku bertanya
kepadaku. Aneh sekali, tadi dia marah-marah,
sekarang kok.. jadi begini..
"Terus terang, Ndrew.. habis marah-marah tadi,
Mbak bersihin memek dari sperma kamu dan
disiram air dingin supaya Mbak tidak ikutan
horny. Tapi... Mbak kebayang-bayang titit kamu.
Soalnya Mbak belum pernah ngeliat kayak punya
kamu. Imut, tapi di meki Mbak kerasa tuh."
Sahutnya sambil tersenyum.
Dan tanpa menunggu jawabanku, dikulumnya
penisku seketika sehingga aku tersentak
dibuatnya. Mbak Lala begitu rakus melumat
penisku yang ukurannya biasa-biasa saja.
Bahkan aku merasakan penisku mentok sampai
ke kerongkongannya. Secara refleks, Mbak naik
ke bed, menyingkapkan dasternya di mukaku.
Posisii kami saat ini 69. Dan, Ya Tuhan, Mbak
Lala sudah melepas CD nya. Aku melihat
memeknya makin membengkak merah. Labia
mayoranya agak menggelambir, seolah
menantangku untuk dijilat dan dihisap. Tak
kusia-siakan, segera kuserbu dengan bibirku..
"SSshh.. ahh.. Ndrew.. iya.. gitu.. he-eh..
Mmmffhh.. sshh.. aahh" Mbak Lala merintih
menahan nikmat. Akupun menikmati
memeknya yang ternyata bener-bener becek.
Aku suka sekali dengan cairannya.
"Itilnya.. dong... Ndrew.. mm.. IYAA... AAHH...
KENA AKU... AMPUUNN NDREEWW.."
Mbak Lala makin keras merintih dan melenguh.
Goyangan pinggulnya makin liar dan tak
beraturan. Memeknya makin memerah dan
makin becek. Sesekali jariku kumasukkan ke
dalamnya sambil terus menghisap clitorisnya.
Tapi rupanya kelihaian lidah dan jariku masih
kalah dengan kelihaian lidah Mbak Lala. Buktinya
aku merasa ada yang mendesak penisku, seolah
mau menyembur.
"Mbak... mau keluar nih..." kataku.
Tapi Mbak Lala tidak mempedulikan ucapanku
dan makin ganas mengulum batang penisku.
Aku makin tidak tahan dan.. crrootts...
srssrreett... ssrett... spermaku muncrat di
muutu Mbak Lala. Dengan rakusnya Mbak Lala
mengusapkan spermaku ke wajahnya dan
menelan sisanya.
"Ndrewww.. kamu ngaceng terus ya.. Mbak
belum kebagian nih..." pintanya.
Aku hanya bisa mmeringis menahan geli, karena
Mbak Lala melanjutkan mengisap penisku.
Anehnya, penisku seperti menuruti kemauan
Mbak Lala. Jika tadi langsung lemas, ternyata kali
ini penisku dengan mudahnya bangun lagi.
Mungkin karena pengaruh lendir memek Mbak
Lala sebab pada saat yang sama aku sibuk
menikmati itil dan cairan memeknya, aku jadi
mudah terangsang lagi.
Tiba-tiba Mbak Lala bangun dan melepaskan
dasternya.
"Copot bajumu semua, Ndrew" perintahnya.
Aku menuruti perintahnya dan terperangah
melihat pemandangan indah di depanku. Buah
dada itu membusung tegak. Kuperkirakan
ukurannya 36B. Puting dan ariolanya bersih,
merah kecoklatan, sewarna kulitnya. Puting itu
benar-benar tegak ke atas seolah menantang
kelelakianku untuk mengulumnya. Segera Mbak
Lala berlutut di atasku, dan tangannya
membimbing penisku ke lubang memeknya
yang panas dan basah. Bless... sshh...
"Aduhh... Ndrew... tititmu keras banget yah..."
rintihnya.
"kok bisa kayak kayu sih...?"
Mbak Lala dengan buasnya menaikturunkan
pantatnya, sesekali diselingi gerkan maju
mundur. Bunyi gemerecek akibat memeknya
yang basah makin keras. Tak kusia-siakan,
kulahap habis kedua putingnya yang
menantang, rakus. Mbak Lala makin keras
goyangnya, dan aku merasakan tubuh dan
memeknya makin panas, nafasnya makin
memburu. Makin lama gerakan pinggul Mbak
Lala makin cepat, cairan memeknya membanjir,
nafasnya memburu dan sesaat kurasakan
tubuhnya mengejang.. bergetar hebat..
nafasnynya tertahan.
"MMFF... SSHSHH.. AAIIHH... OUUGGHH...
NDREEWW... MBAK KELUAARR... AAHHSSHH..."
Mbak Lala menjerit dan mengerang seiring
dengan puncak kenikmatan yang telah diraihnya.
Memeknya terasa sangat panas dan gerakan
pinggulnya demikian liar sehingga aku
merasakan penisku seperti dipelintir. Dan
akhirnya Mbak Lala roboh di atas dadaku dengan
ekspresi wajah penuh kepuasan. Aku tersenyum
penuh kemenangan sebab aku masih mampu
bertahan...
Tak disangka, setelah istirahat sejenak, Mbak Lala
berdiri dan duduk di pinggir spring bed. Kedua
kakinya mengangkang, punggungnya agak
ditarik ke belakang dan kedua tangannya
menyangga tubuhnya.
"Ndrew, ayo cepet masukin lagi. Itil Mbak kok
rasanya kenceng lagi.." pintanya setengah
memaksa.
Apa boleh buat, kuturuti kemauannya itu.
Perlahan penisku kugosok-gosokkan ke bibir
memek dan itilnya. Memek Mbak Lala mulai
memerah lagi, itilnya langsung menegang, dan
lendirnya tampak mambasahi dinding
memeknya.
"SShh.. mm.. Ndrew.. kamu jail banget siicchh...
oohh..." rintihnya.
"Masukin aja, yang... jangan siksa aku,
pleeaassee..." rengeknya.
Mendengar dia merintih dan merengek, aku
makin bertafsu. Perlahan kumasukkan penisku
yang memang masih tegak ke memeknya yang
ternyata sangat becek dan terasa panas akibat
masih memendam gelora birahi. Kugoyang
maju mundur perlahan, sesekali dengan gerakan
mencangkul dan memutar. Mbak Lala mulai
gelisah, nafasnya makin memburu, tubuhnya
makin gemetaran. Tak lupa jari tengahku
memainkan dan menggosok clitorisnya yang
ternyata benar-benar sekeras dan sebesar
kacang. Iseng-iseng kucabut penisku dari liang
surganya, dan tampaklah lubang itu menganga
kemerahan.. basah sekali..
Gerakan jariku di itilnya makin kupercepat, Mbak
Lala makin tidak karuan gerakannya. Kakinya
mulai kejang dan gemetaran, demikian pula
sekujur tubuhnya mulai bergetar dan
mengejang bergantian. Lubang memek itu
makin becek, terlihat lendirnya meleleh dengan
derasnya, dan segera saja kusambar dengan
lidahku.. direguk habis semua lendir yang
meleleh. Tentu saja tindakanku ini mengagetkan
Mbak Lala, terasa dari pinggulnya yang tersentak
keras seiring dengan jilatanku di memeknya.
Kupandangi memek itu lagi, dan aku melihat ada
seperti daging kemerahan yang mencuat keluar,
bergerinjal berwarna merah seolah-olah hendak
keluar dari memeknya. Dan nafas Mbak Lala tiba-
tiba tertahan diiringi pekikan kecil.. dan ssrr...
ceerr.. aku merasakan ada cairan hangat
muncrat dari memeknya.
"Mbak.. udah keluar?", tanyaku.
"Beluumm.., Ndreew.. ayo sayang.. masukin
****** kamu... aku hampir sampaaii.."
erangnya.
Rupanya Mbak Lala sampai terkencing-kencing
menahan nikmat.
Akibat pemandangan itu aku merasa ada yang
mendesak ingin keluar dari penisku, dan segera
saja kugocek Mbak Lala sekuat tenaga dan
secepat aku mampu, sampai akhirnya..
"NDREEWW... AKU KELUAARR... OOHH...
SAYANG... MMHH... AAGGHH... UUFF...", Mbak
Lala menjerit dan mengerang tidak karuan
sambil mengejang-ngejang.
Bola matanya tampak memutih, dan aku merasa
jepitan di penisku begitu kuat. Akhirnya bobol
juga pertahananku..
"Mbak.. aku mau muncrat nich.." kataku.
"Keluarin sayang... ayo sayang, keluarin di
dalem... aku pengen kehangatan spermamu
sekali lagi..." pintanya sambil menggoyangkan
pinggulnya, menepuk pantatku dan meremas
pinggulnya.
Seketika itu juga.. Jrruuoott... jrroott... srroott..
"Mbaakk.. MBAAKK... OOGGHH... AKU
MUNCRAT MBAAKK..." aku berteriak.
"Hmm.. ayo sayang... keluarkan semua...
habiskan semua... nikmati, sayang... ayo...
oohh... hangat... hangat sekali spermamu di
rahimku.. mmhh..." desah Mbak Lala manja
menggairahkan.
Akupun terkulai diatas tubuh moleknya dengan
nafas satu dua. Benar-benar malam jahanam
yang melelahkan sekaligus malam surgawi.
"Ndrew, makasih ya... kamu bisa melepaskan
hasratku.." Mbak Lala tersenyum puas sekali..
"He-eh.. Mbak.. aku juga.." balasku.
"Aku juga makasih boleh menikmati tubuh
Mbak. Terus terang, sejak ngeliat Mbak, aku
pengen bersetubuh dengan Mbak. Tapi aku
sadar itu tak mungkin terjadi. Gimana dengan
keluarga kita kalau sampai tahu."
"Waahh.. kurang ajar juga kau ya..." kata Mbak
Lala sambil memencet hidungku.
"Aku tidak nyangka kalau adik sepupuku ini
pikirannya ngesex melulu. Tapi, sekarang impian
kamu jadi kenyataan kan?"
"Iya, Mbak. Makasih banget.. aku boleh
menikmati semua bagian tubuh Mbak." Jawabku.
"Kamu pengalaman pertamaku, Ndrew. Maksud
Mbak, ini pertama kali Mbak bersetubuh dengan
laki-laki selain Mas Adit. tidak ada yang aneh kok.
Titit Mas Adit jauh lebih besar dari punya kamu.
Mas Adit juga perkasa, soalnya Mbak berkali-kali
keluar kalau lagi join sama masmu itu" sahutnya.
"Terus, kok keliatan puas banget? Cari variasi
ya?" aku bertanya.
"Ini pertama kalinya aku sampai terkencing-
kencing menahan nikmatnya gesekan jari dan
tititmu itu. Suer, baru kali ini Mbak sampai pipisin
kamu segala. Kamu nggak jijik?"
"Ooohh.. itu toh..? Kenapa harus jijik? Justru aku
makin horny.." aku tersenyum.
Kami berpelukan dan akhirnya terlelap. Kulihat
senyum tersungging di bibir Mbak Lalaku
tersayang...


Adult | GO HOME | Exit
1/1949
U-ON

inc Powered by Xtgem.com